SAKAMENA NEWS | JAKARTA – Langkah Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, dalam menyampaikan sinyal reshuffle pengurus partai bukan sekadar dinamika internal biasa. Ini adalah tanda kuat bahwa Golkar sedang berada di persimpangan sejarah: antara melanjutkan pola lama yang penuh kompromi atau memilih jalan baru yang tegas, berorientasi pada visi, dan selaras dengan arah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Di hadapan publik internal partai, Bahlil menyampaikan pesan tajam yang menyentil keras nama Mukhamad Misbakhun, Ketua Komisi XI DPR RI yang absen dalam forum resmi Halalbihalal DPP Golkar pada Rabu, (16/04/25) “Partai Golkar tidak butuh pelari, tapi pemikir ekonomi,” ujar Bahlil. Kalimat itu bukan sekadar kritik personal, melainkan pernyataan politik: Golkar di masa depan tidak memberi ruang bagi mereka yang menjadikan partai sebagai panggung, bukan sebagai alat perjuangan.
Bahlil tidak hanya memimpin partai. Ia kini juga dipercaya oleh Presiden sebagai Ketua Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional. Posisi ganda ini memperkuat legitimasi politiknya dan menempatkannya dalam poros kekuasaan strategis di pemerintahan. Maka wajar jika dia menuntut kader Golkar untuk tidak lagi menjadi penonton dalam narasi besar pembangunan nasional, tetapi menjadi penentu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Apa yang dikemas Bahlil sebagai “sinyal reshuffle” sejatinya adalah peringatan keras. Golkar harus bersih dari kompromi usang, dari elitisme dalam cangkang kosong, dan dari kader-kader yang lebih senang menjilat kekuasaan ketimbang memperjuangkan gagasan. Jika partai ini ingin relevan dalam lima tahun ke depan, maka penyegaran total adalah keniscayaan.
Reshuffle bukan ancaman. Ia adalah bagian dari penataan ulang arah partai. Dalam tubuh Golkar yang besar, perlu ada disiplin dan semangat baru. Karena partai politik bukan rumah nyaman bagi pemburu kekuasaan, melainkan kendaraan ideologis bagi kemajuan bangsa.
Bahlil sudah menyalakan alarm. Sekarang tinggal Golkar memilih: bergerak atau digantikan sejarah.